Rabu, 20 Juni 2012

SANG PETUALANG by IWAN FALS


Laut biru begitu lapang
Dan gelombang menghalau bosan
Petualang bergerak tenang
Melihat diri untuk pergi lagi

Ia sejenak hanya sejenak
Ia membelai semua luka
Ia sekejap hanya sekejap
Ia merintih pada samudera

Sebebas camar engkau berteriak
Setabah nelayan menembus badai
Seikhlas karang menunggu ombak
Seperti lautan engkau bersikap

Petualang merasa sunyi
Sendiri di hitam hari
Petualang jatuh terkapar
Namun semangatnya masih berkobar

Petualang merasa sepi
Sendiri dikelam hari
Petualang jatuh terkulai
Namun semangatnya bagai matahari

Sebebas camar engkau berteriak
Setabah nelayan menembus badai
Seikhlas karang menunggu ombak
Seperti lautan engkau bersikap

Ia sang petualang terjaga
Ia sang petualang bergerak
Ia sang petualang terkapar
Ia sang petualang sendiri

Minggu, 10 Juni 2012

KENAPA MENDAKI GUNUNG?


Bagi orang awam, kiprah petualang seperti Pendaki Gunung selalu mengundang pertanyaan klise : "mau apa sih ke sana?". Pertanyaan sederhana, tetapi sering membuat bingung yang ditanya, atau bahkan mengundang rasa kesal. George F Mallory, pendaki gunung terkenal asal Inggris, mungkin cuma kesal saja ketika menjawab : "because it is there", karena gunung ada disitu!, Mallory bersama seorang temannya, menghilang di Pucuk Everest pada tahun 1924.

Beragam jawaban lain juga muncul, Soe Hok Gie, salah seorang pendiri Mapala UI, menulisnya dalam sebuah puisi : ”Aku Cinta Padamu Pangrango, Karena Aku cinta Keberanian Hidup”. Bagi pemuda ini, keberanian hidup itu harus dibayar dengan nyawanya sendiri. Soe Hok Gie tewas bersama seorang temannya Idhan Lubis, tercekik gas beracun dilereng kerucut Mahameru, Gunung Semeru, 16 Desember 1969, dipelukkan seorang sahabatnya, Herman O Lantang.

Pemuda aktif yang sehari-hari terlibat dalam soal-soal pelik di dunia politik ini mungkin menganggap petualangan di gunung sebagai arena untuk melatih keberanian menghadapi hidup. Mungkin pula sebagai pelariannya dari dunia yang digelutinya di kota. Herman O Lantang yakin bahwa sahabatnya itu meninggal dengan senyum dibibir. ”Dia meninggal ditengah sahabat-sahabatnya di alam bebas, jauh dari intrik politik yang kotor”, ujarnya.

Motivasi melakukan kegiatan dialam bebas khususnya mendaki gunung memang bermacam macam. Manusia mempunyai kebutuhan psikologis seperti halnya kebutuhan-kebutuhan lainnya: kebutuhan akan pengalaman baru, kebutuhan untuk berprestasi, dan kebutuhan untuk diakui oleh masyarakat dan bangsanya. Mendaki gunung adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, disadari atau tidak. Semua ini sah, tentu saja.

Sebenarnya yang paling mendasar dari semua motivasi itu adalah rasa ingin tahu yang menjadi jiwa setiap manusia. Rasa ingin tahu adalah dasar kegiatan mendaki gunung dan petualangan lainnya. Keingintahuannya setara dengan rasa ingin tahu seorang bocah, dan inilah yang mendorong keberanian dan ketabahan untuk menghadapi tantangan alam. Tetapi apakah sebenarnya keberanian dan ketabahan itu bagi pendaki gunung?

Peter Boardman, Pendaki Gunung asal Inggris, menjadi jenuh dengan pujian-pujian yang bertubi-tubi, setelah keberhasilannya mencapai Puncak Everest melalui Dinding Barat Daya yang sulit di tahun 1975. Peter Boardman yang kemudian hilang di Punggung Timur Laut Everest. Tahun 1982 menulis arti Keberanian dan Ketabahan baginya.
  
”Dibutuhkan lebih banyak Keberanian untuk menghadapi kehidupan sehari-hari yang sebenarnya lebih kejam daripada bahaya pendakian yang nyata. Ketabahan dibutuhkan lebih banyak untuk bekerja di kota daripada mendaki gunung yang tinggi.” Keberanian dan Ketabahan yang dibutuhkan ketika mendaki gunung cuma sebagian kecil saja dari hidup kita. Bahaya yang mengancam jauh lebih banyak ada didunia peradaban, di perkotaan ketimbang digunung, hutan, dalam goa, dan dimana saja dialam terbuka.

Di dunia peradaban modern, di kota, begitu banyak masalah yang membutuhkan Keberanian dan Ketabahan untuk menyelesaikannya. Di gunung, masalah yang kita hadapi hanya satu : ”Bagaimana mencapai puncaknya, lalu turun kembali dengan selamat.”

Seorang psikolog pernah mengatakan, ”bahwa mereka yang menggemari petualangan di alam bebas adalah orang-orang yang mencintai Kematian.” Ini pendapat yang salah dan keliru besar. Kenapa? Mereka yang berpetualang di alam bebas sebenarnya begitu menghargai kehidupan ini. Ada keinginan mereka untuk memberi arti yang lebih bernilai dalam hidup ini. Mereka berpetualang di alam bebas untuk mencari arti hidup yang sebenarnya. Tak berlebihan bila seorang ahli filsafat mengatakan : ”Didalam hutan dan alam bebas aku merasa menjadi manusia kembali.”


Petualang yang tewas di gunung (kegiatan alam bebas lainnya), bukanlah orang yang mencintai kematian. Kematiannya itu sebenarnya tak berbeda dengan kematian orang lain yang tertabrak mobil di jalan raya atau terbunuh perampok. Yang pasti, Mereka tewas justru dalam usahanya untuk menghargai kehidupan ini. ”Hidup itu harus lebih dari sekedarnya”, tulis Budi Laksmono yang tewas digulung jeram Sungai Alas, Aceh, 1985.


George F. Mallory, Soe Hok Gie, Idhan Lubis, Norman Edwin, Didiek Samsu, Peter Boardman, Budi Laksmono, dan banyak lagi petualang dan penjelajah alam bebas lainnya yang gugur dalam misinya, Mereka semua adalah yang sangat menghargai KEHIDUPAN !

BECAUSE IT'S WORTH IT AND PRICELESS MOMENT. YOU WILL NOT KNOW IF YOU'RE NOT THERE YET AND THE ANSWER IS THERE.

HIDUP ADALAH SOAL KEBERANIAN MENGHADAPI YANG TANDA TANYA
TANPA KITA MENAWAR, ”TERIMA DAN HADAPILAH”.
Soe Hok Gie